Prinsip Pengorganisiran Rakyat
1. Sadar Ketertindasan
Semenjak orde baru berkuasa rakyat sudah tidak mempunyai ruang gerak, rakyat dibungkam dalam kekritisannya, apalagi sejak peristiwa malari, tidak tampak nuansa perlawanan rakyat lagi. Rakyat benar-benar “dininabobokan” dengan ilusi-ilusi yang menggiurkan, mahasiswa yang merupakan bagian dari rakyat diajak untuk berdansa-dansi dan jauh dari kehidupan politik dengan diberlakukannya NKK-BKK, organisasi-organisasi Mahasiswa yang dulunya menjadi organisasi intra-universiter harus “terusir” dari kampusnya dikarenakan kebijakan NKK-BKK tersebut dan harus berideologi Pancasila sebagai asas tunggal dari organisasi mereka. Padahal kalau dilihat dari filosofis Pancasila sendiri memahami keterbedaan. Bagi mereka yang melawan maka organisasinya akan di “bredel”.
Sementara petani tidak lagi dapat menguasai alat produksinya yaitu tanah, tanah-tanah mereka dirampas dengan dalih untuk pembangunan, padahal dalih semacam itu tidaklah benar, yang benar adalah negara lebih mementingkan konsep developmentalisme yang didukung investor asing dengan melakukan eksploitasi sumber daya di Indonesia baik sumber daya alam maupun sumber daya manusianya. Kalau mereka melawan maka mereka akan dibunuh oleh rejim Soeharto pada saat itu, peristiwa Lampung, Peristiwa Kedung Ombo, Peristiwa Jenggawah, Peristiwa Nipah dan peristiwa-peristiwa yang lainnya adalah bukti nyata ketertindasan masyarakat petani bahwa mereka sudah tidak mampu lagi berkuasa akan tanah mereka sendiri dan negara sudah mengkhianati amanah pasal 33 UUD 1945. Buruh-buruh juga tidak dapat menentukan nasib mereka sendiri, upah mereka sangat tidak layak, buruh perempuan juga tidak ada jaminan untuk melaksanakan hak-haknya, kebebasan mereka untuk berserikat juga dibatasi, cerminan kematian marsinah sang pahlawan buruh adalah salah satu contoh dari ketertindasan yang dialami oleh buruh. Kaum nelayan tradisional juga demikian, mereka sudah tidak bisa lagi menangkap ikan di laut karena ikan-ikan habis ditangkapi oleh Kapal-kapal Trawl yang cukup canggih milik korporasi-korporasi borjuasi yang diijinkan oleh negara dan itu sangat merusak ekosistem laut.
Sehingga berdasarkan pernyataan dan kasus-kasus diatas perlu adanya penyadaran terhadap massa rakjat untuk bangkit dari ketertindasan, dengan asumsi bahwa negara harusnya berdaulat atas nama rakjat bukan atas nama penguasa atau segelintir orang borjuis maupun imperialisme asing. Konsep dasar dari penyadaran akan keterindasan adalah masyarakat sebagai subyek pembangunan dan kebijakan bukan obyek artinya gagasan kebijakan ataupun pembangunan harus lahir dari masyarakat secara bottom up bukan lagi topdown.
2. Sadar Melawan
Setelah kesadaran kritis akan ketertindasan mereka terbangun maka yang harus dicapai adalah kesadaran massa rakyat akan melawan. Mereka harus bangkit untuk melawan dari ketertindasan. Mereka harus segera merebut kedaulatannya dari pemerintah yang lalim dan dzalim serta pemerintahan yang hanya berpihak kepada kaum pemodal dan imperialisme asing.
Kesadaran melawan ini harus dibarengi dengan gerakan-gerakan pembebasan melalui pengorganisasian yang terorganisir. Seorang Organizer harus banyak meluangkan waktunya melakukan pengorganisiran di tingakatan basis massa rakyat.
Karena kesadaran dari ketertindasan akan menjadi kesadaran semu apabila tidak diberikan pendidikan kesadaran akan melawan. Benar bahwa mereka sudah sadar dari ketertindasan, tetapi kemudian mereka tidak tahu bagaimana mereka harus melawan, yang pada akhirnya hal tersebut akan bermuara pada kepasrahan dan sikap skeptis pada keadaan. Kalaupun mereka sudah tumbuh kesadaran akan melawan hanyalah kesadaran perindividu sehingga gerakan mereka tidaklah massive dan dapat dipatahkan.
Disinilah seorang organizer haruslah bekerja ekstra keras dan dengan kesabaran mereka mencoba meyakinkan massa rakyat bahwa kesadaran akan melawan itu adalah kesadaran kolektif dan harus dipunyai oleh setiap individu serta dengan memberikan pemahaman bahwa “Diam tertunduk untuk ditindas atau bangkit mentap untuk melawan sebab mundur adalah pengkhianatan” ini adalah salah satu jargon yang efektif agar mereka memiliki kesadaran untuk melawan.
3. Sadar Organisasi
Setelah dicapai kesadaran kolektif maka capaian terakhir dalam pengorganisiran rakyat adalah sadar organisasi. Artinya disini setelah massa rakjat mengalami kesadaran untuk melawan maka perlu dipahamkan bahwa ketika kesadaran kolektif untuk melawan muncul akan cukup efektif apabila ada suatu wadah atau organisasi sebagai alat perjuangannya, jadi bukan melawan tanpa wadah karena kalau melawan tanpa wadah ataupun melawan secara sendiri-sendiri maka akan mudah dipatahkan dan hanya bisa dikatakan gerak gerik bukan gerakan atau gerakan tanpa bentuk.
Untuk itu seorang organizer haruslah segera bertindak dengan memberikan pembelajaran kepada massa rakyat untuk segera berorganisasi. Organisasi inipun berfungsi sebagai alat untuk mendidik penguasa bahwa rakyat mampu melakukan perlawanan secara kolektif melalui organisasi. Organisasi yang berbasis masyarakat atau Community Based Organization (CBO) haruslah mempunyai program kerja yang jelas dan sistematis termasuk persoalan kaderisasi. Untuk itu seorang organizer haruslah memikirkan tentang sistematika kaderisasi untuk kelangsungan kelembagaan masyarakat yang dibuat tersebut dan juga harus mampu menciptakan seorang community organizer dari lingkungan community based organization tersebut. Dengan adanya pola kaderisasi yang tersisitematis maka akan ada keberlanjutan (suistainability) terhadap organisasi rakyat tersebut.
Disamping itu organisasi bentukan masyarakat yang difasilitasi oleh Community organizer harus mampu untuk melakukan advokasi sendiri tanpa tergantung dari community organizer, jadi pendidikan yang nantinya diberikan haruslah bernuansa pembebasan bukan malah menimbulkan patronase. Organisasi tersebut selain harus dihilangkan rasa ketergantungan pada seorang organizer maka organisasi tersebut haruslah dimaknai sebagai kerja kolektif (Collective Collegia) dan tidak tergantung pada satu orang pemimpin, karena kalau tergantung pada satu orang community organizer ataupun seorang pemimpin maka ketika community organizer-nya sudah tidak ada lagi mendampingi ataupun ketika pemimpin organisasi tersebut sudah tidak bisa menjalankan organisasi tersebut dengan baik yang terjadi adalah organisasi tersebut mengalami stagnasi. Harus dipahami prinsip kerja collective colegia adalah mengedepankan prinsip partisipatif secara menyeluruh.
Comments
Post a Comment